Buku Ininnawa

SDN 57 Bulu-bulu, Kecamatan Marusu, Maros, meluncurkan buku antologi puisi berjudul Ininnawa. Buku tersebut merupakan karya guru, Minggu (17/3/2019).

Antologi ini merupakan karya perdana yang dibukukan di kabupaten Maros.

Editor dan inisiator Ininnawa, Fatimah Ahmad mengatakan, karya tersebut lahir dari sebuah motivasi, bahwa guru dan siswa punya potensi ciptakan karya besar.

Ininnawa memberi peluang kepada guru dan murid menyalurkan bakat puisinya. SDN 57 hebat dan memiliki keberanian berkarya. Buktinya antologi ini lahir karena adanya peluang dan keberanian itu.

“Untuk tahap awal, buku antologi hanya dicetak sebanyak 400 eksamplar. Buku itu sudah ludes dibeli oleh orangtua murid dan warga lainnya,” kata Fatimah.

Rencananya, pihak sekolah akan mencetak kali kedua. Nantinya, buku akan dijual kepada publik. Karya tersebut juga akan memotivasi banyak guru dan siswa di Maros.

Ketua DPRD Maros, Chaidir Syam, Anggota DPRD Maros, Suhartina Bohari, Anggota DPRD Sulsel Irfan AB, Kepala Dinas Pendidikan, Takdir dan Asisten III Pemkab Maros, Sulaeman Samad.

Asisten III mengatajan, kreatifitas guru sangat diharapkan dalam sistem pendidikan sekarang ini. Dia berharap, guru lain juga bisa melahirkan buku yang lebih hebat.

Sementara, ketua DPRD Maros Chaidir Syam apresiasi terbitnya antologi puisi Ininnawa.

“Semoga guru lain juga meluncurkan karya terbaiknya. SDN 57 Bulu-bulu, patut dicontoh demi meningkatkan prestasi guru dan murid,” katanya

Pentigraf

Suasana workshop pentigraf. (FOTO: IST)

Pentigraf, cerpen tiga paragraf, sedang jadi tren. Sudah mulai “masuk” juga di Maros. Kemarin, SDN 57 Bulu-bulu menggelar worskhop pentigraf. Sebanyak 43 guru dan tenaga kependidikan jadi peserta.

Workshop berlangsung sehari di gedung sekolah tersebut. Dibawakan oleh Lory Hendrajaya, seorang penulis dan budayawan Maros.

Lory berharap ilmu tentang pentigraf ini akan dikenal dan diketahui guru, khususnya di Maros. Sebab bisa menjadi alternatif karya yang berkualitas.

Dia pun menceritakan bahwa pentigraf merupakan akronim dari cerpen tiga paragraf. Karya sastra jenis baru ini kali pertama digagas dan dikembangkan oleh sastrawan dan akademikus dari Unesa, Dr Tengsoe Tjahjono.

Dinamakan pentigraf sebab syarat utamanya adalah terdiri atas tiga paragraf, tidak kurang dan tidak lebih. Namun demikian, pentigraf haruslah memiliki tokoh, alur cerita, dan konflik yang kuat. Untuk itulah dalam menuliskan pentigraf harus memperhatikan pemilihan diksi untuk menciptakan kalimat yang efektif.

Kepala UPTD SDN 57 Bulu-bulu, Sri Wahyuni mengaku sangat bersyukur guru-gurunya sudah mendapatkan ilmu pentigraf. Dia pun berharap akan menjadi keterampilan karya baru.

Ibu Sri Wahyuni, S.Pd,. MM bahkan mengagendakan penerbitan kumpulan karya pentigraf SDN 57 Bulu-bulu. Target akan terbit paling lama akhir tahun ini. “Mungkin akan menjadi kumpulan pentigraf pertama di Sulsel,” ucapnya